Waspada Wartawan Bodrek: Ancaman dalam Selimut Dunia Pers
SeputarIndonesiatv.id || Surabaya - Fenomena wartawan abal-abal atau yang dikenal sebagai “wartawan bodrek” semakin mengkhawatirkan. Bukannya berkurang, praktik ini justru kian menjamur. Dengan bermodal ID card yang tak jelas asal-usulnya, oknum ini kerap berkeliaran di berbagai instansi — dari lembaga pemerintah, BUMN, hingga perusahaan swasta — demi mencari keuntungan pribadi.
Mereka seringkali menggunakan modus menekan narasumber dengan dalih ingin memberitakan sesuatu, lalu berujung pada permintaan “uang cetak” alias takedown untuk mencegah berita dipublikasikan. Praktik ini tidak hanya mencoreng nama baik profesi jurnalis, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap media secara keseluruhan.
Musuh dalam Selimut di Dunia Jurnalistik
Dalam masyarakat kita, ada pepatah: "Jeruk makan jeruk" dan "Musuh dalam selimut" — keduanya tepat menggambarkan fenomena ini. Istilah ini merujuk pada pengkhianatan dari kalangan sendiri. Mereka menyamar sebagai wartawan, namun sejatinya menjadi duri dalam daging bagi dunia pers yang menjunjung tinggi kebenaran dan etika.
Oknum seperti ini tidak hanya menodai profesi, tetapi juga menghambat wartawan sejati dalam menjalankan tugas jurnalistik secara profesional. Alih-alih mengedukasi dan mencerdaskan masyarakat, mereka justru memanfaatkan profesi jurnalis untuk kepentingan pribadi.
Legalitas: Syarat Mutlak Perusahaan Pers
Mengacu pada Peraturan Dewan Pers, media yang sah harus memenuhi syarat formal, di antaranya:
Berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT).
Memiliki penanggung jawab yang jelas, alamat kantor, dan struktur redaksi.
Menaati Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
Media yang tidak berbadan hukum, serta wartawan yang tidak bernaung dalam lembaga sah, tidak bisa disebut sebagai bagian dari dunia pers profesional.
Kode Etik Jurnalistik: Mahkota Profesi Wartawan
Seorang jurnalis wajib menjunjung tinggi 10 pasal Kode Etik Jurnalistik. Di antaranya:
Menjaga independensi.
Menyajikan informasi yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi.
Menghormati privasi, hak narasumber, dan tidak menyebarkan hoaks.
Jika poin-poin ini dilanggar, maka apa pun bentuk medianya — cetak, elektronik, atau daring — tidak bisa dikatakan sebagai media pers yang sah.
Profesionalisme Wartawan Ditentukan oleh Skill dan Etika
Menjadi wartawan tidak cukup hanya dengan mengantongi kartu identitas. Ada 7 keterampilan dasar yang wajib dimiliki setiap calon jurnalis profesional:
1. Menulis secara efektif.
2. Menyampaikan berita yang informatif.
3. Melakukan riset dan observasi mendalam.
4. Memiliki kemampuan komunikasi dan public speaking.
5. Berpikir kritis dan analitis.
6. Mengatur waktu dengan baik.
7. Menguasai teknologi dan media digital.
Tanpa keterampilan ini, kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam dunia pers patut dipertanyakan.
Penutup: Saatnya Bersih-Bersih di Dunia Jurnalis
Profesi wartawan adalah pilar keempat demokrasi. Ia memikul amanah besar dalam menyampaikan informasi yang benar, mencerahkan publik, serta mengontrol kekuasaan. Maka, sangat disayangkan jika profesi ini dikotori oleh oknum-oknum yang tidak memiliki niat tulus untuk mengabdi pada kepentingan masyarakat.
Sudah saatnya semua pihak — Dewan Pers, organisasi profesi, perusahaan media, serta instansi pemerintah — bersinergi memberantas “wartawan bodrek”. Tegakkan etika, perkuat verifikasi, dan edukasi masyarakat untuk bisa membedakan antara jurnalis sejati dan mereka yang hanya mencari sensasi.
Karena menjaga marwah jurnalisme bukan hanya tugas wartawan, tapi juga tanggung jawab kita bersama.
Editor : Red