Mode Gelap
Artikel teks besar

Haul Akbar Mbah Sapu Jagad dan Gelar Kirab Budaya Grebeg Suro 2025


SeputarIndonesiatv.id || Sidoarjo - Dalam rangka memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 Hijriah, warga Desa Sidokepung, Kecamatan Buduran, Sidoarjo menggelar acara Kirab Budaya Grebeg Suro, Sabtu (19/7/2025). Kegiatan budaya ini berlangsung meriah dan diikuti oleh ratusan peserta dari berbagai unsur masyarakat.

Dengan mengusung tema pelestarian kearifan lokal, acara kirab dimulai pukul 15.00 WIB dan dipusatkan di lapangan desa setempat. Peserta kirab mengenakan busana adat Jawa serta membawa bendera Merah Putih yang berkibar megah, menambah semangat nasionalisme dalam suasana religius.

Kirab budaya ini digagas oleh Pemerintah Desa Sidokepung bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo. Acara turut dimeriahkan dengan penampilan barisan remaja dan ibu-ibu berpakaian seragam marun, tokoh budaya lokal, serta sesepuh desa.

Kepala Desa Sidokepung dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi simbol gotong royong dan kekuatan budaya masyarakat dalam menyambut tahun baru Hijriah. “Kami ingin menghidupkan kembali tradisi Grebeg Suro agar generasi muda tetap mengenal akar budayanya,” ujarnya.

Kegiatan kirab ini juga menjadi ajang silaturahmi antarwarga serta bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai spiritual dan tradisi yang diwariskan leluhur. Diharapkan ke depan, Grebeg Suro dapat menjadi agenda budaya tahunan yang lebih besar dan melibatkan lebih banyak elemen masyarakat, Tokoh Budaya dari berbagai daerah, juga dari Pagar Nusa dan PSHT.

Ratusan Warga Hadiri Tradisi Budaya  di Makam Mbah Sapujagad, Wujud Lestarikan Budaya Leluhu dan Do'a  untuk Leluhur Mbah Sapu Jagad  juga dengan Simbul Tumpeng Polo wijo (pertanda kesejahteraan). 


Ratusan warga dan tokoh adat dari berbagai daerah memadati area pesarean (makam) Mbah Sapujagad dalam rangkaian acara tradisi Nyadran yang digelar di Desa Sidokepung, Buduran, Sidoarjo (19/7/2025).

Acara yang berlangsung khidmat tersebut merupakan bagian dari upaya pelestarian budaya warisan leluhur yang rutin digelar setiap tahun menjelang bulan Suro. Tradisi Nyadran ini dikenal sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur sekaligus media silaturahmi antar warga.

Terlihat para peserta mengenakan busana adat Jawa dengan dominasi warna hitam dan batik, berkumpul di pendopo yang berada di dalam kompleks makam Mbah Sapujagad. Acara diawali dengan doa bersama, dilanjutkan dengan kenduri dan pembacaan riwayat tokoh Mbah Sapujagad yang dikenal sebagai figur penting dalam sejarah spiritual dan budaya di wilayah tersebut.

"Tradisi ini bukan hanya ritual tahunan, tapi juga bentuk nyata dari jati diri budaya kita yang harus terus dijaga," ujar salah satu sesepuh adat dalam sambutannya.

Hidangan tradisional seperti tumpeng, buah-buahan, dan jajanan pasar turut disajikan dalam kenduri sebagai simbol rasa syukur dan kebersamaan. Kegiatan ini juga dihadiri perwakilan komunitas budaya, perangkat desa, serta tokoh masyarakat setempat.

Dengan semangat gotong royong dan nilai-nilai kearifan lokal yang kental, tradisi Nyadran di pesarean Mbah Sapujagad kembali menjadi momentum penting untuk merekatkan persaudaraan lintas generasi sekaligus memperkuat identitas budaya bangsa.

Editor : Red

Posting Komentar
Tutup Iklan
Floating Ad Space