DPR dan Pemerintah Sepakat: Kasus Penghinaan Presiden Bisa Diselesaikan di Luar Pengadilan
SeputarIndonesiatv.id || JAKARTA - DPR RI dan pemerintah resmi menyepakati bahwa perkara penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dapat diselesaikan melalui mekanisme restorative justice (RJ), atau penyelesaian di luar jalur pengadilan. Kesepakatan tersebut tercantum dalam draft Revisi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang sedang dibahas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (11/7/2025).
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyatakan bahwa penerapan RJ penting untuk menghindari kriminalisasi terhadap masyarakat yang menyampaikan kritik.
“Kadang-kadang orang bermaksud mengkritik, menyampaikan kritikan, tetapi dianggap menghina. Kalau ada ruang RJ, maka tidak perlu masuk pengadilan,” ujar Habiburokhman dalam rapat Panitia Kerja Komisi III.
Lebih lanjut, Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, menjelaskan bahwa penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden merupakan klacht delict atau delik aduan, yang secara hukum memang memungkinkan diselesaikan melalui pendekatan restorative.
“Karena ini delik aduan absolut, kalau memang mau dilakukan restorative ya tidak apa-apa. Kami setuju,” kata Eddy Hiariej.
Dalam draf revisi tersebut, Pasal 77 huruf (a) yang sebelumnya mengecualikan delik penghinaan Presiden dan Wakil Presiden dari mekanisme RJ, kini dihapus, membuka jalan bagi penyelesaian berbasis musyawarah dan pemulihan hubungan sosial antara pihak terkait.
Pasal penghinaan Presiden/Wakil Presiden sempat menjadi kontroversi karena dikhawatirkan mengekang kebebasan berpendapat. Namun dengan adanya mekanisme RJ, penyelesaian perkara dapat dilakukan secara damai tanpa menempuh proses pidana formal.
Langkah ini dianggap sebagai bentuk kompromi antara perlindungan terhadap martabat lembaga negara dan penghormatan terhadap hak warga negara untuk menyampaikan kritik.
Editor : Red